Bahkan, juga masyarakat tampak bersemangat saat pembagian kue ganjel rel ini, jajanan khas Kota Semarang, dan perebutan lima (5) gunungan makanan di Alun-Alun Kota Semarang, di depan Masjid Kauman Semarang Jawa Tengah.
Ibu Ita mengatakan bahwa Dugderan ini sebenarnya adalah tradisi penanda agar masyarakat bersiap menyambut bulan suci Ramadhan 2024, diramaikan dengan pasar rakyat dan diakhiri dengan kirab budaya jawa.
Pada kirab budaya jawa kali ini, tutur ita, semakin lengkap dengan adanya keikutserta’an masyarakat semarang keturunan Tionghoa yang semakin menunjukkan kolaborasi dan akulturasi budaya jawa ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Ada arak-arakan pasukan bergada atau prajurit 40-an. Ditambah ada pembagian kue keranjang dari Paguyuban Tionghoa, selain kue ganjel rel di Masjid Agung Semarang dan dibagikan di alun-alun karena masih jaraknya berdekatan dengan Imlek,” katanya.
Sementara itu juga, Kepala Dinas Kebudaya’an dan Pariwisata Kota Semarang Wing Wiyarso juga ikut mengatakan, Dugderan diinisiasi oleh Bupati Kota Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat pada tahun seribu delapan ratus delapan puluh satu (1881) dan dilestarikan tiap tahun menjelang bulan suci Ramadhan.
Bukan hanya itu saja penanda masuk bulan ramadan, kata dia, Dugderan juga merupakan bentuk toleransi dari berbagai budaya yang dibawa masyarakat di Kota Semarang, seperti Jawa, Arab, China, dan Melayu.
Setelah penyerahan dan pembacaan “suhuf halaqoh”, yakni pengumuman penentuan bulan puasa di Masjid Agung Semarang Jawa Tengah, rombongan melanjutkan arak-arakan menuju ke Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) Semarang.***
Editor : Selamet Ghofur
Sumber Berita : Antaranews, Sekitarnews.id
Halaman : 1 2